Minggu, 03 Februari 2013

Sang hati


        “Di tempat menarik namun tidak menyenangkan, di antara gelap aku bersinar. Kerlap-kelpid dan bising menjagaku dari pekatnya sunyi”
     Yoga membaca surat yang ia temukan menempel di rumahnya tadi pagi itu sekali lagi, keningnya berkerut-kerut bingung, dimanakah tempat yang dimaksud. Ini sudah surat ke 4 yang di kirimkan Anis, pacarnya yang menghilang dari rumah sejak seminggu yang lalu. Yoga berusaha untuk menemui Anis dan membujuknya pulang, tapi gadis yang sudah di jadikannya kekasih selama 5 tahun itu menolak memberitahukan secara langsung dimana dia berada. Percakapan terakhirnya dengan Anis melalui telepon adalah dua hari sebelum Anis menghilang, saat itu tidak terdengar tanda-tanda bahwa sepertinya Anis sedang tertekan atau memiliki masalah yang serius. Ia hanya berkata, jika ia pergi ke tempat yang jauh, akankah Yoga mengejarnya dan Yoga pun mengiyakannya tanpa ragu. Dua hari kemudian ayah angkat Anis memberitahunya bahwa gadis itu menghilang dari rumah. Pada malam yang sama sepulangnya dari rumah Anis untuk membahas hal tersebut, Yoga menemukan selembar surat tanpa amplop tertempel di kotak suratnya, yang berisi teka-teki tentang tempat dimana Anis berada.
     Yoga kembali masuk ke kamarnya dan berbaring di atas kasur menatap langit-langit, ada foto-foto Anis yang ia tempel disana, menambah kerinduan dan rasa penasaran yang mulai meluap-luap di hatinya. Di bacanya sekali lagi lembar-lembar surat tanpa amplop dan tanpa nama itu, hanya surat pertama yang di bubuhi paraf dan nama.
     Di bacanya secara berurutan surat-surat itu, menjejalkan segala tempat yang memungkinkan yang pernah ia tahu. Otaknya buntu, 3 hari pertama sepulang sekolah surat ini selalu menempel di pintu rumahnya, tapi ketika sabtu-minggu kemarin seharian ia menunggu, surat ini tak muncul. Yoga telah menginterogasi seluruh penghuni rumahnya, bahkan warga sekitar yang mungkin melihat Anis di sekitar rumahnya seminggu ini, tapi jawaban mereka hanya berupa maaf dan gelengan kepala.
     Kalau saja yang menghilang ini bukan gadis yang ia cintai, sudah pasti ia menyerah begitu saja di tengah jalan. Yoga bukan orang yang suka dengan teka-teki, walaupun termasuk orang yang serius, dia tak punya minat pada hal-hal mencari seperti ini. Buatnya, ini menguras waktu dan pikiran, kedua hal itu adalah hal terbatas untuknya, ia punya ambisi besar yang sedang ia kejar saat ini.
        “Yog, temenin gue ke toko buku dong” Dominique, kakaknya muncul di ambang pintu kamar yang emang sengaja ia biarkan terbuka,Yoga melirik malas pada kakak satu-satunya itu.
        “Imbalannya apa?”
        “Dih, kayak sama tukang ojek aja gue!”
        “Yaudah kalo ga mau… gue juga lagi pusing ga pengen kemana-mana”
        “Iya deh, nanti gue beliin lo buku atau engga gue traktir ice cream. Ayo cepetan, gue buru-buru nih!”
        “Oke sip, 5 menit”
     Yoga bangkit dan mengganti pakaiannya dengan Polo shirt hitam favoritnya, lalu mengambil kunci motor dan ransel yang selalu setia menemaninya kemanapun ia pergi. Setelah beberapa saat meninggalkan kamar, Yoga kembali dengan setengah berlari mengambil jaketnya yang ia gantung di belakang pintu. Kebiasaan sejak berpacaran dengan Anis, pergi kemanapun harus selalu pakai jaket. Anis memang sudah menjadi bagian dari dirinya sejak Anis bergabung di grup chatting sebuah media social 5 tahun yang lalu, mereka dekat sebelum akhirnya bertemu di acara meet and greet grup tersebut. Setelahnya, kenyamanan yang di berikan Anis untuk Yoga membuat Yoga menempatkan Anis sebagai pemilik hatinya, karna walaupun Anis terpaut 2 tahun di atasnya, ia selalu bisa menempatkan diri untuk Yoga mendominasi.
     Yoga mengarahkan kuda besinya ke daerah Matraman, Dominique memilih untuk diantar ke toko buku besar berlantai tiga itu di banding toko buku yang ada di mall-mall sekitar rumah mereka. Alasannya adalah disana lebih lengkap, hal yang sukses membuat Yoga menggerutu sepanjang jalan. Pikirannya sedang penuh saat ini, hal-hal di sekolah yang menjadi tanggung jawabnya sebagai ketua murid dari kelas teladan menjejal sesak bersama masalah menghilangnya Anis. Tapi ia tetap tidak bisa melampiaskan penatnya pada kakak tercintanya ini, Dominique orang yang berharga bagi Yoga, sama seperti Anis.
        “Beliin gue donat, gue laper” Kata Yoga begitu melangkah memasuki gedung. Toko buku ini memang memiliki court donat di lantai bawahnya, jadi Yoga berencana akan menunggu Dominique disana saja, karna kebetulan minatnya pada buku sedang menguap entah kemana.
        “Nih, gesek aja, nanti gue yang bayar” Dominique menyerahkan sebuah kartu kredit pada Yoga. Yoga menolaknya dan meminta uang tunai pada Dominique yang dengan senang hati memberikannya lalu menghilang ke lantai berikutnya.
     Yoga memesan 3 buah donat dan secangkir cappuccino untuk menemaninya menunggu Dominique, di bukanya kembali file pencariannya atas Anis yang disimpan di memory ponselnya. Selama seminggu ini ia sudah mendatangi semua teman-teman Anis, dari yang memungkinkan, hingga yang sama sekali tak mungkin menjadi tempat Anis berada sekarang. Ia bahkan tak toleransi pada pemikiran apapun yang terbesit di otaknya, hal terkecilpun langsung ia lakukan, karna walaupun bukan penggemar hal-hal macam detektif ini, ia punya prinsip untuk teliti pada setiap kemungkinan.
     Yoga mulai jenuh karna tak kunjung menemukan benang merah dari petunjuk-petunjuk yang gadis itu berikan. Di lahapnya potongan terakhir donat coklat yang tersisa di piring sajinya lalu bangkit meninggalkan kursinya. Ia berencana menyusul Dominique dan mengajaknya pulang, ia merasa butuh tidur saat ini.
        “Dev ya?” Sapa seorang gadis manis saat Yoga menghampiri escalator menuju lantai buku-buku pengembangan diri. Ia menoleh dan memperhatikan dengan seksama gadis yang kini menggenggam lengan bajunya itu.
        “Iya, maaf, siapa ya?”
        “Lho? Udah lupa? Aku Mella, yang waktu itu ikut kopdarnya Shadows juga… udah lama sih ya, jadi mungkin lupa”
        “Oh! Melliya? Iya lupa gue, terakhir ketemu yang kopdar keduanya Shadow setahunan yang lalu kan?“
        “Iya, haha… kemana aja, kok jarang nongol di Shadows lagi? Eh, mau kemana nih, tadi kayaknya buru-buru”
        “Iya mau ke atas nyari kakak gue, tapi ga buru-buru kok”
        “Kalo gitu, ngobrol di bangku depan yuk, kayaknya lagi sepi sore-sore gini”
     Yoga melangkahkan kaki mengikuti Mella menuju bangku permanen yang tersedia di sepanjang sisi kiri lobby toko buku ini, mereka duduk di pojok kanan menghadap jalan. Mella menatap yoga penuh arti, ia sempat jatuh cinta pada cowok proporsional yang memiliki wajah mirip Eno Netral ini, namun karna Yoga tak merespon lebih jauh, ia menyerah.
        “Sibuk apa sekarang?” Tanya Yoga
        “Hem? Masih persiapan kuliah, manggung-manggung kecil juga… sama apa yaa, aktif di forum aja. Kalo kamu?”
        “Oh? Lancar ya band-nya? Keren! Kapan-kapan gue liat lo perform deh”
        “Haha, iya… nanti aku kabarin kalo ada jadwal lagi. Eh, kalo kamu ngapain?”
        “Gue? Ya sibuk persiapan ujian akhir, sama… eh! Lo bukannya di bawah gue setahun? Kok udah persiapan kuliah?”
        “Iya, soalnya ngincer universitas di luar, jadi di kejar dari sekarang deh. Sibuknyaaa, sampe ga bisa main. Untungnya forum selalu bisa bikin seneng. Eh, kamu kenapa ga sering muncul lagiiii?”
        “Gue sibuk ngurus kelas, sejak yang kepilih dulu tuh jadi ketua murid kelas teladan, kerjaan gue jadi lebih-lebih dari ketua osis deh, kan jadi kiblat dan penanggung jawab kelulusan anak kelas 3”
        “Oh, keren banget sih kamu, jadi ngefans deh”
        “Lho, bukannya udah dari dulu lo ngefans sama gue?”
        “Ahaha, dulu sih bukan ngefans, tapi jatuh cinta”
        “Eh?!” Yoga terkejut mendengar celetukan frontal dari gadis manis di sebelahnya ini, ia baru tahu kalau Mella pernah punya hati padanya. Selama ini ia memang dekat pada seluruh penghuni forum, baik yang baru maupun yang sudah berlumut seperti dia dan Anis misalnya, tapi perhatiannya selama ini hanya tertuju pada gadis yang lebih tua 2 tahun darinya itu.
PLING! PLING!
        Yoga memeriksa ponselnya yang bergetar karna pesan masuk, ternyata Dominique yang memintanya menyusul. Yoga pun pamit pada Mella dan memberikan senyum sekilas sebelum melangkah kembali ke dalam gedung. Pikirannya tiba-tiba membuat flash back tentang masa lalu, ia memang mengenal Mella setengah tahun lebih dulu di banding Anis. Ia masih di tahun pertama di SMP saat ikut forum chat yang bernama Shadows itu, lalu karna Mella yang aktif dan  hanya terpaut satu tahun di bawahnya, ia merasa nyaman dan langsung nyambung dengan gadis yang saat itu duduk di kelas enam sd. Tapi hatinya langsung terpaut pada sosok menyenangkan yang bergabung di forum sekitar setengah tahun kemudian, sosok itu bisa menempatkan diri sebagai teman, kakak atau bahkan sekedar seseorang yang care bagi siapapun yang mengajaknya bicara di forum, Mella pun salah satu yang paling dekat dengan sosok itu. Sosok yang begitu bertemu wajah langsung menjadi cinta pertama bagi Yoga, yang saat ini membuatnya pusing setangah mati mencarinya, Canisha Rentya Kartika.
     Yoga menghampiri rak novel remaja begitu kakinya melangkah di lantai 2, lalu mencari kakaknya di atara pengunjung. Di temukannya Dominique yang hampir tidak terlihat di antara tumpukan buku dan tas-tas dalam sebuah lingkaran manusia yang duduk bersila di pojok kiri lantai itu. Dominique memanggilnya dan mengenalkannya pada 8 orang yang ada di lingkaran itu satu persatu, mereka ternyata teman-teman yang di kenal Dominique secara tidak sengaja karna intensitas kebetulan bertemu yang lumayan di toko buku ini, akhirnya mereka jadi akrab dan menjadi sebuah komunitas seperti saat ini. Satu diantara mereka yang bernama Dewa memperhatikannya dengan seksama, Yoga sampai risih dan terus mengalihkan perhatian dari tatapan cowok tinggi dengan perawakan cina dewasa itu.
        “Yog, Lo lagi bingung sama seseorang ya?” Kata Dewa tiba-tiba tanpa basa-basi terlebih dahulu.
     Kontan seluruh lingkaran menoleh bergantian pada Yoga dan Dewa, hening sesaat merayapi. Dewa memang di kenal yang paling ‘lain’ di antara mereka, kadang ia suka menggumam sendiri, kadang tatapannya kosong dan kadang terasa jiwanya sedang berjalan jauh dari tubuhnya. Keikutsertaannya pada kelompok ini juga karna dia tidak segan-segan mengatakan hal pribadi yang sedang di pikirkan orang-orang di sekitarnya yang kini duduk bersamanya ini.
        “Dewa!” Tegur Dominique tegas, memang hanya dia yang berani menegur Dewa secara langsung. Belakangan ini mereka mulai dekat.
        “Eh? Maaf. Gue Cuma ngeliat wajah lo kusut, gue pikir, mungkin lo pengen berbagi. Maaf-maaf…”
        “Gapapa Dew, mungkin memang keliatan banget di muka gue ada yang lagi kusut di pikiran gue”
        “Coba aja di share, mungkin kita bisa bantu, yaaa ga jamin juga sih, soalnya kita Cuma demennya baca komik sama ngekhayal” Celetuk salah satu dari 3 cewek di situ selain Dominique, namanya Tuti.
        “Well, terimakasih kalo emang ada yang mau dengerin gue. Tapi mungkin nanti-nanti… Boleh kan ya kalo nanti-nanti gue cerita?”
     Mereka semua tersenyum menjawab Yoga, memaklumi orang baru yang tidak mungkin langsung membuka diri kepada mereka. Apalagi Yoga terlihat begitu cool dan serius, pasti bukan tipe yang seperti mereka.
     Yoga dan Dominique akhirnya pulang setelah pamit pada teman-teman Dominique. Yoga membawa kuda besinya yang gagah dengan setengah enggan, berkali-kali ia menghela nafas berat, membuat Dominique yang di boncengya akhirnya bersuara juga.
        “Kalo mau cerita, gue siap dengerin loh”
        “Hehe, ga usah kak… gue ga apa-apa kok. Nanti kalo mumetnya udah pake banget, gue langsung datengin elo deh”
     Yoga menghempaskan tubuhnya ke kasur begitu sampai di kamar. Di lepasnya seluruh perangkat yang ia kenakan satu persatu tanpa meninggalkan kasur, lelah sekali rasanya. Ia bersyukur ini hari senin, hari satu-satunya dalam seminggu yang ia kosongkan kegiatannya sepulang sekolah. Ia memejamkan matanya setelah menyamankan posisi di atas kasur bercover biru bintang-bintang kesayangannya. Rasa kantuk langsung memeluknya dan membawanya menjauhi dunia nyata.
-TbC_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar