Senin, 28 Januari 2013

Forever in Seoul Part 2


Jane » Flassback
Berawal dari perkenalan outbound yang kantor kami adakan. Outbound yang diadakan untuk lebih membaur sesama karyawan dan atasan. Aku mengenal Rio lebih dalam saat aku satu kelompok dengannya, membuat aku bukan hanya merasa dia adalah teman biasa, tapi dia teman spesial di hatiku. Aku menyukainya. Rio adalah asistent general manager termuda di kantor kami, sebetulnya aku sudah mengenalnya sejak SMA, dia ketua Osis di sekolahku. Saat aku masuk kelas 1 dia sudah kelas 3. Kami hanya beda 2 tahun. Tapi dahulu memang aku tidak terlalu terkenal, makanya ketika kami baru dekat dan aku menceritakan bahwa aku adalah adik kelasnya dia tampak begitu terkejut.
Makan siang saat itu aku terasa sangat bahagia, karena Rio SMS mengajakku makan siang bersama. Padahal biasanya dia selalu makan siang bersama manager-manager,atau rekan-rekan cowok yang lainnya. Aku menanti Rio di pojok kantin dekat dengan air terjun mini, ini adalah tempat favoriteku. Mengingatkanku pada air terjun yang ada di jeju island. Hitung-hitung aku afirmasi dari sekarang, kalo sudah ada uangnya aku ingin sekali pergi kesana. >,<
Aku memesan pecel Ayam goreng dan orange juice, saat Rio sudah berada di sampingku. Aku mempersilakkan duduk, astaga dia begitu wangi membuatku harus menelan ludah. Dia begitu tampan dengan kemeja berwarna abu-abu bergaris horizontal.
"Wih kamu udah mesen duluan nih?" Katanya seraya melihat pelayan membawa makanan yg sudah ku pesan.
"Bapak kelaman sih, jadi saya pesen duluan deh" jawabku sambil menyeringai. Untuk menjaga profesionalitas aku tetap memanggilnya bapak, di dalam atau diluar kantor.
"Mau pesen apa pak? Kali ini saya yang traktir haha"
"Kamu mau traktir saya?" Tanyanya tak yakin. Aku mengangguk.
"Pesen aja pak nanti saya bayar, ga usah sungkan sungkan."
"Ga salah kamu traktir saya?"
"Loh?! Kenapa? Bos traktir bawahannya itu sudah biasa pak.. Sekarang gantian bawahan traktir Bosnya. Tapi ya harap maklum makannya tidak semahal yang di restorant berbintang. Hehe" Rio terbahak mendengar jawabanku.
"Kamu ituu bisa aja.. Yaudah saya pesan yang sama seperti kamu" lalu kami memanggil pelayan. Setelah makanan Rio datang, tak lama dia membawa piringnya menuju counter makanan, ternyata dia meminta nambah sambal ulek. Saat Rio masih menunggu sambalnya jadi, seseorang tiba-tiba menepuk pundakku, dan langsung duduk di sampingku.
Ternyata Eri, asistant manager di bagian HRD. Dia sudah  mendekatiku 3 bulan dan dia selalu SMS, telpon, bahkan dia mengajakku pulang bersama.
"Haii" sapanya sambil tersenyum. Aku membalas senyumnya.
"Sendirian aja nih.."
"Ah ngga.." Jawabku sedikit malu saat dia melihat kedalam bola mataku, membuatku harus menundukkan pandanganku.
"Iya sekarang ga sendiri, kan ada aku.." Jawabnya sambil tersenyum menggoda.
"Eh makasih ya mba" saat pelayan menaruh satu gelas jus mangga dihadapan Eri.
“Kamu tau aja aku suka jus mangga" aku terkejut saat Eri langsung menyambar gelas dan menyedot jus mangga yg ada di dalamnya. Bukannya itu untuk Rio? Pikirku. Sangking takjubnya aku bergeming melihatnya minum.
Tak lama Eri menghabiskan 1/4 jus mangga yang sebetulnya bukan untuk dia. Rio datang dari arah belakangnya.
"Eri?" Seru rio, dan benar saja Eri begitu terkejut melihat atasannya sudah berdiri di belakannya. Kulihat Rio memperhatikan gelas yang berisi jus yang dia pesan tidak penuh.
"Eh, Pak Rio.. Makan disini pak?" Eri setengah berdiri menyapa Rio, saat Rio sudah duduk di hadapanku.
"Iya, kebetulan makan sama jane. Eh, ini kamu yang minum jane?" Tanya Rio, membuat Eri tersedak. Aku ingin tertawa saat itu, melihat ekspresinya Eri yang tahu barusan dia telah meminum minuman untuk bosnya.
"Eh, ini punya bapak? Maaf pak, saya minum tadi.. Saya pikir jane pesan untuk saya.." Jawab Eri dengan rasa bersalah.
"Oalaaahh.. Yaudah gpp.. Abisin aja ri" Rio tertawa kecil mendengar penjelasan Eri.
Dari sinilah kami bertiga mulai dekat, Eri mulai sering mengajakku pulang bersama. Begitu juga dengan Rio. Membuatku bimbang, dengan laki-laki yang masuk kehidupanku saat itu. Sebetulnya hatiku hanya menyukai Rio, dari rasa suka yang terpendam inilah aku mulai memotret Rio yang tersenyum secara diam-diam. Karena dari awal  melihat senyumnyalah aku menyukainnya. Foto-foto Rio kucetak dan kusimpan rapi dalam sebuah kotak yang kusebut 'kotak harta'ku. Karena Jika dia tanya berapa banyak harta ku? itu adalah berapa banyak dia tersenyum padaku.

Saat itu sabtu sore yang cerah menampakkan langit biru bercampur jingga, Rio mendatangi kediamanku di cinere. Aku sedang asik bermain dengan kucing peliharaanku bernama Otte saat itu. Ternyata dia mengajak ku untuk makan bersama.
"Bapak ngajak saya dinner?" Tanyaku sambil menyembunyikan wajah bahagia yang teramat sangat.
"Haha, bisa dibilang begitu. Di cafe teman saya, seminggu yang lalu saya diundang, cafenya deket sama rumahmu. Makanya saya samperin kamu biar sekalian bareng." Jawab rio yang begitu terlihat casual dengan polo shirt hijau muda, sangat cocok dengan background tamanku.
"Yaudah saya ganti baju dulu ya pak, duduk dulu pak"
Saat aku keluar dari dalam rumah, mengenakan maxi dress berwarna coklat dengan belt melingkar di pinggangku. kulihat mama sedang asik mengobrol dengan Rio di teras depan. Entah apa yang mereka bicarakan Rio sampai terpingkal-pingkal tertawa.
"Lagi ngomongin apa sih?" Jawabku, dan sontak mereka berhenti tertawa.
"Mau tau aja kamu" jawabnya tersenyum, senyumnya pasti menyimpan sesuatu. Nanti akan ku introgasi. Kami langsung berangkat ke cafe, dan menikmati dinner kami.
"Tadi mama saya ngomong apa sama pak Rio?" Kulihat Rio menghentikan makannya dan mengambil tissu di hadapan kami.
"Ga ngomong apa-apa..."
"Bohong, tadi bapak ketawa geli gitu. Pasti ngomongin saya."
"Eh kamu jangan manggil saya bapak dong. Berasa tua, panggil Rio aja. Ya kalo dikantor tetep pake bapak. Cuma kalo udah diluar panggil nama aja."
"Iya iya.. Tapi bapak belom..eh" aku memperbaiki.
"Rio, kamu belum jawab pertanyaan saya" terasa aneh di lidahku saat pertama kali aku memanggilnya Rio.
"Haha, saya cuma memperkenalkan nama saya doang kok"
"Dusta, saya ga percaya. Apa lagi yang di omongin?"
"Hahaha ibu kamu cerita sama saya, katanya kamu bilang saya ganteng"
Cetaarrrr! Ya ampun bisa-bisa nya mama cerita seperti itu di depan Rio, aku merasakan pipiku memerah.
"Katanya waktu kamu pertama kali masuk kantor kamu sempet kesandung ga liat ada kabel pas saya lagi lewat, kata ibumu, kamu kesandung gara-gara terpikat sama saya. Saya inget-inget, ternyata kamu toh yang waktu itu jatuh". Habis sudah! Aku malu setengah mati mengingat kejadian itu, ditambah mama menceritakannya pada rio.
"Kamu jangan geer, itu saya bener-bener pure terjatuh karena ga liat ada kabel" jawabku berbohong.
"Haha, ya ampun ibu kamu tuh asik juga ya di ajak ngobrol. Lain kali saya mampir lagi deh kerumah kamu"
"Jangan deh! Nanti ngomongin saya lagi"
"Loh sekarang kamu yang ke geeran, lagian ga ada topik aja sampe harus ngomongin kamu terus" kalau saja saat itu aku berdandan lebih lama 15 menit, mungkin mama sudah membocorkan pada Rio bahwa aku menyukainya.
Malam itu mama sudah menguras setengah rasa malu ku di hadapan Rio. Sepanjang perjalanan pulang rio masih cekikikan mengingat percakapannya dengan mama dan sepanjang itu juga mukaku terus memerah.
Hubungan aku dan Rio makin dekat begitupun aku dengan Eri. Tapi aku tidak tahu bagaimana dengan perasaan Rio terhadapku. Aku tahu dia atasanku, rasanya kurang pantas jika kami  menjalani hubungan, karna aku hanyalah seorang Receptionist di kantorku yang lama..
Sudah 3 bulan dari masa-masa kedekatanku dengan Rio,  Walaupun dia sudah tau aku menyatakan secara tidak langsung bahwa dia tampan, tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda bahwa dia menyukaiku. Rasa sukaku ini terus kupendam sampai akhirnya Eri yang juga dekat padaku menyatakan bahwa dia ingin menikahiku. Aku sempat bimbang saat ingin menerimanya. Butuh waktu seminggu sampai aku bisa menjawab pertanyaan Eri. Aku menerimanya. Sejak itu hari-hariku lebih banyak kuhabiskan bersama Eri. Hubungan kami saat itu sempat di kacaukan oleh Olivia, manager sales and promotion. Ternyata dia juga menyukai Eri, kami sempat berdebat di luar kantor. Untunglah saat itu ada sahabatku sekaligus rekan partnerku di kantor, Vita,  yang membantuku.
Rio mulai sibuk dengan tugas keluar negerinya. Hubunganku dengan Eri hanya bertahan 6 bulan. Sampai akhirnya aku tahu bahwa dia telah selingkuh dengan anak buah olivia. Tak bertahan lama sejak putusnya hubungan ku dengan Eri. Aku keluar dari kantor tersebut, dan mendapat pekerjaan baru di Mitra Residence. Butuh waktu 9 bulan untuk benar-benar bisa menerima berakhirnya hubunganku dengan Eri, sampai akhirnya aku bisa lega melupakannya bahkan aku sudah tak punya hati untuk menerima dia dalam segala indra di dalam tubuhku ini.
Lalu kubiarkan perasaan sukaku pada Rio tertinggal disana, entah akan menjadi apa. Jika suatu hari nanti kami bertemu kembali aku akan memasukkan daftar hobbi baruku. Yaitu, terus membuatnya bahagia.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kepalaku berputar hebat saat aku mencoba membuka mataku. Ada cahaya putih di hadapanku, berat rasanya membangunkan tubuh ini, pergelangan tanganku terasa sakit dan mengganjal. Aku masih menerka benda apa yang ada di tanganku ini.
Infusan?
Sepertinya aku dirumah sakit, karena tempat kos tidak punya perlengkapan medis seperti ini. Aku menoleh ke kiri dan wajahku juga terasa mengganjal karena ada selang udara di wajahku.
“jane..” suara vita yang parau masuk ke telingaku. Aku hanya bisa melihatnya, sedikit mengingat kenapa bisa aku ada disini. aku mengingatnya, saat aku jatuh dan nafasku habis. Tapi sebelum itu aku bertemu dengan Rio yang mengatakan bahwa dia akan bertunangan. Mungkin sekarang aku harus belajar bahwa Rio memang bukan untukku.
“lo udah ga sesek lagi kan jane?” aku menggeleng, masih begitu lemah untuk berbicara.
“sebentar lagi orang tua lo datang” saat aku mendengar vita, saat itu pula diriku terasa lelah padahal aku tidak melakukan apapun. Aku ingin tidur, mataku yang begitu berat terpaksa aku pejamkan kembali.

Siang ini aku sudah selesai fisio terapi, aku yang ditemani mama berjalan dengan kursi roda menuju kamar. Sudah dua hari semenjak aku dirawat, rio menelponku terus. Entah apa yang ingin dikatakannya, sepertinya aku belum siap untuk berbicara dengannya. Kemarin adalah hari dimana rio dan oliv tunangan, aku tak bisa membayangkan betapa bahagiannya mereka.
Mama mendorongku memasukki kamar dan di bantu suster untuk naik ke tempat tidurku kembali.
"Mau pakai oksigen lagi?" Tanya suster kepadaku
"Boleh sus" suster itu memakaikan selang oksigen kehidungku kembali. Lalu ketika ku berbaring dia mengecek tensi darahku. Ternyata tensiku masih rendah.
Hari ini sudah mulai sore, aku melihat jam dinding menunggu kedatangan vita, karena dia berjanji akan datang sore ini. Tapi tak lama kemudian dia datang membuka pintu.
"Janeeee.." Vita menghambur masuk dan menyalami mamaku.
"Buat tante nih" kulihat sepertinya dia memeberi sesuatu pada mama dan ternyata kue brownis.
"Buat gue mana?"
"Lo lagi sakit, kapan-kapan aja"
"Ish" baru setengah jam vita disini mama pamit untuk pergi ke rumah saudaraku di dekat sini, tapi setelah itu dia berjanji akan kembali lagi. Aku mengiyakannya, beberapa menit kemudian mama pergi meninggalkan kami.
Aku sempat bercerita dengan vita sebab kenapa aku bisa kembali tumbang seperti ini. Dia sama terkejutnya denganku,mengetahui bahwa rio sudah bertunangan dengan oliv.
"Lo gimana sih jane? Lo harusny berjuang dong buat dapetin rio. Bukannya malah lo kasih saran ke dia gimana cara nembak oliv. Jadi kayak gini kan?! Lo nya juga yang sakit sekarang."
"Ya mau gimana lagi, masa gue tiba-tiba ngomong ke dia kalo gue udah lama suka dia?"
"Emang harusnya kayak gitu!"
"Gue ga mau menggebu-gebu ta, gue cuma mau dia sadar sendiri kalo dari dulu gue udah suka sama dia."
"Trus kalo udah begini kejadiannya? Si rio udah jadi tunangan oliv. Lo mau gimana?"
"Mungkin bener kali kata lo, gue harus move on dari rio. Sebentar lagi dia bakal nikah sama oliv. Mungkin gue harus coba buat menghapus memori tentang dia"
"Eeehhh...lo ga boleh move on sebelum gue move on dari yusuf!"
"Dih, apaan sih?!"
"Iya! Nanti kalo lo udah move on, malah pindah ke yusuf!"
"Haha, lo gila ya?! Itu gue cuma bercanda. Lo itu emang polos cenderung ye."
"Biarin, daripada yusuf pindah ke elo. Gue rela deh bantu lo dapetin rio.."
"Ngaco lo, kan gue udah bilang gue mau hapus memori dia"
"Cih, 100% gue jamin lo ga bakal bisa!"
"Sok tau!"
"Lah iya! Secara dulu lo pernah bilang gitu ke gue. Tapi nyatanya ga bisa, karena lo masih nyimpen foto-fotonya dia. Ya kan?!" Tiba-tiba aku teringat foto-foto Rio yang ku simpan di kotak hartaku. Tahun lalu sudah kuhitung berapa foto yang aku jadikan hartaku yang paling berharga itu, sebanyak 108 foto. Tapi aku sudah berhenti memfoto dirinya semenjak aku tidak satu kantor lagi dengannya.
"Ta, lo bisa bantu gue?"
"Apaan?"
"Emm... Tolong bakar kotak yang ada foto-foto rio."
"Hah?! Gila lo!"
"Lo tau keranjang rotan yang di sebelah kasur kan? Kotaknya gue taruh situ. Nanti atau besok tolong lo bakar ya? Pleasee"
"Janee, itu kan harta lo"
"Dulu ta, sekarang kan sudah beda. Gue ga bisa berharap banyak sama rio lagi. Please ya, tolongin gue.." Aku melihat vita yang masih berkrenyit memandangku. Cukup lama sampai dia berkata,
"Ok" 
Ini hari ketiga aku dirawat, tadi siang beberapa rekan kantorku datang untuk menjenguk ku. Mama ku juga sudah  ikut menjagaku  selama tiga hari ini, tapi hari ini mama akan pulang dan vita akan menggantikan posisinya.
“kamu jaga diri baik-baik ya. Mama pulang dulu, besok kan kamu sudah boleh pulang. Minta tolong vita buat menemin kamu balik ke kosan.”
“iya mah, salam buat ayah” aku menyalimi mama, dan melihatnya pergi meninggalkanku sendiri. Beberapa detik setelah mama pergi, handphone ku bergetar. Saat ku lihat panggilan dari Rio, jantungku kembali berdetak kuat. Aku bimbang untuk mengangkatnya, jadi kuputuskan untuk membiarkannya saja seperti hari kemarin. Aku mendengar pintu terbuka, dan ternyata itu vita. Dia membawakan ku donat rasa coklat. Kami makan bersama, sesaat kami menghentikan makan kami saat handphone ku kembali berdering, tapi kali ini vita juga melihat siapa yang menelponku. Aku masih membiarkannya, dan melanjutkan makanku.
"Jadi udah move on nih"
"Sedang mencoba, lebih tepatnya. Kotaknya udah lo bakar belom?"
"Hm? Udah"
"Thanks ya" vita hanya mengangguk dan melanjutkan makannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar